News

Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap Gunakan Solar Rooftop PT. Utomodeck

Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap Gunakan Solar Rooftop PT. Utomodeck

Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap Gunakan Solar Rooftop PT. Utomodeck.
Sumber : istimewa

utomodeck.com – PT. Utomodeck Metal Works ikut berkontribusi bersama pemerintah mengatasi kebutuhan listrik 30.000 MW. Sejalan dengan bisnis utamanya memproduksi atap baja ringan, PT. Utomodeck menghadirkan solar rooftop yang diaplikasikan pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Perangkat peralatan solar rooftop produksi PT. Utomodeck digunakan dalam acara Kampanye Penggunaan Listrik Surya Atap pada rumah contoh Rumah Listrik Surya di Lapangan Monas, Jakarta, Minggu, 28 Juli 2019.

Solar rooftop adalah pembangkit listrik pribadi yang dipasang di atas atap bangunan yang dapat digunakan untuk kebutuhan penggunaan listrik sendiri (self-consumption). Dilengkapi Solar cell panel yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen hingga 25 tahun.

Solar rooftop merupakan langkah diversifikasi yang dilakukan PT. Utomodeck dalam pengadaan aliran listrik. Ini memanfaatkan kelebihan Indonesia yang secara geografis dilalui oleh garis ekuator, yang secara alamiah memiliki iklim tropis. Debit cahaya matahari secara umum per tahun lebih banyak jika dibandingkan dengan negara subtropis.

Memadukan produksi atap dengan Solar cell panel sekaligus juga mengurangi ketergantungan pada penyediaan listrik oleh negara. Dan yang tak kalah penting adalah sejalan dengan program pemerintah memaksimalkan pemanfaatan energi baru terbarukan, karena tidak mungin terus mengandalkan energi fosil.

Acara yang berlangsung di lapagan Monas itu bertajuk Gerakan Nasional Sejuta Surya Atap. Dihadiri oleh Menteri ESDM Ignatius Jonan serta Pelaksana Tugas Direktur Utama PT. PLN Djoko Rahardjo Abumanan. Acara ikut didukung oleh Asosiasi Produsen Modul Surya Indonesia (Apamsi), Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), dan Penggunaan Listrik Surya Atap (GNNSA).

Perangkat peralatan solar rooftop produksi PT Utomodeck dipasang pada rumah contoh atau mock-up rumah listrik surya yang dipamerkan di lapangan Monas tersebut. Rumah tersebut tipe 36, daya listrik 5kwp, inverter 5,5 kwp, serta jaringan listrik PLN daya 7.700 watt.

Menteri Jonan menjelaskan Gerakan ini menargetkan peningkatan persebaran Energi Terbarukan dari 5 persen pada 2015 menjadi 23 persen pada 2025. Dari target 23 persen itu, proyeksi Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah sebesar 6,5 Gwp. Visi ini juga bentuk dukungan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan ancaman perubahan iklim, serta bentuk komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement untuk melindungi lingkungan dan upaya mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Oleh karena itu Menteri Jonan mendorong masyarakat menggunakan energi bersih melalui PLTS atap atau solar rooftop yang terus dikembangkan menjadi Solar Photovoltaic (PV). Hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan gas serta dapat digunakan untuk jangka panjang. “PLTS paling simpel. Pengaruhnya akan besar, ini akan mendukung energi yang lebih baik,” ujar Jonan.

Menteri Jonan mengatakan keuntungan memakai panel surya bisa terlihat pada 8 hingga 9 tahun mendatang berdasarkan perhitungan tarif saat ini. Artinya, jika ke depan tarif listrik naik, maka hasil hemat dengan panel surya bisa terlihat lebih cepat. Saat ini, biaya pemasangan panel surya per 1 kWp adalah sekitar USD 1.000 atau Rp 14 juta (USD 1 = Rp 14.002). Harga itu sudah menurun dari sebelumnya yang sekitar Rp 30 juta. Beberapa gedung pemerintah pun sudah mulai mencoba inovasi ini, yakni penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan.

Jonan pun meminta agar masyarakat tak hanya melihat dari segi finansial saja, melainkan lingkungan. Peralihan ke energi terbarukan menurutnya perlu digencarkan agar Indonesia tak bergantung ke energi tak ramah lingkungan seperti batu bara.

“Cara berpikirnya bukan masang panel surya ini akan mengurangi tagihan listrik saja, tapi akan membantu penggunaan energi bagi kita yang lebih ramah lingkungan,” jelas Jonan.

Menteri Jonan juga meminta pemerintah daerah berkontribusi meningkatkan pemanfaatan PLTS atap dengan mengeluarkan kebijakan atau peraturan daerah yang mendukung pemanfaatan solar PV. Misalnya untuk pengajuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) diatas 200 meter persegi, maka pemilik wajib memasang PLTS di atap rumah atau bangunan. “Jadi 60% dari kapasitas listriknya dia berlangganan dengan PLN, nah kalau kebijakan ini bisa dilakukan, saya kira bisa jalan,” ujar Jonan.

Menurut Jonan, keterlibatan stakeholder harus didorong untuk mempersuasi masyarakat agar memasang listrik surya atap. Sejumlah bangunan milik negara sudah mencontohkannya. “Istana Merdeka sendiri sudah pasang 260 kWp, Kantor Kementerian ESDM sudah pasang 160 kWp, dan rumah saya sendiri, itu rumah pribadi ya pasang 15,4 kWp,” ucapnya.

Dia pun mendorong badan usaha dan industri lebih agresif. “Saya menyarankan kalau ini dari badan usaha dan industri, gedung-gedung kalau dipasang kan banyak sekali,” bebernya.

Pemerintah sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 49 Tahun 2018 tentang penggunaan sistem pembangkit listrik tenaga surya atap oleh konsumen Perusahaan Listrik Negara (PLN), dalam aturannya memuat sistem ekspor impor. Adapun ekspor yang dimaksud adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari pelanggan PLTS ke PLN. Sebaliknya, jaringan impor adalah jumlah energi listrik yang diterima pelanggan PLTS Atap dari PLN.

Pelaksana Tugas Direktur Utama PT. PLN Djoko Rahardjo Abumanan menjelaskan penggunaan energi baru terbarukan  mampu menghemat tagihan listrik dan juga bisa mengurangi impor minyak, sehingga memperbaiki keuangan negara. “Makanya kami dorong dulu, daripada impor BBM, keuangan negara akan terbantu. Kalau pakai batu bara bisa habis,” ujarnya. Pengembangan dan Pemanfaatan PLTS Atap ini merupakan bagian dari komitmen untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan dalam bauran energi nasional sebesar 23% pada 2025.

PT. Utomodeck pun terus mengembangkan penggunaan energi terbarukan dalam pengadaan listrik untuk bangunan. Teknologinya lebih maju, yakni penggunaan Thin Film demi memenuhi tuntutan arsitektur bangunan yang disebut dengan  Building Integrated Photovoltaics (BIPV).

 

Sumber: CNBC, katadata.co. liputan6.com, tempo.co

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *